Masihkah?

Melihatmu lagi, sudah berapa lama kita terpisah ?
Lama, lama sekali. Lihat dirimu sekarang, cantik. Tinggimu dulu sebahuku, tapi kini aku harus sedikit menoleh keatas jika ingin menatap matamu. Apalagi, lebih gemukan? Nggak sih, lebih berisi tepatnya. Seingatku dulu kamu kurus, itu yang membuat kamu begitu lincah dan penuh semangat menjalani hari-harimu.

Melihatmu lagi, membuatku terpaksa harus mengingat lagi mimpi-mimpi kecil kita dulu. Mimpi yang ingin kita wujudkan bersama. Mimpi yang terdengar konyol, tak masuk akal, yang akan ditertawakan sebagai celotehan seorang anak kecil bagi mereka orang-orang dewasa. Heeh...Orang dewasa tahu apa tentang mimpi-mimpi kita. Mereka kan hanya sibuk memikirkan hal-hal yang rumit dan membosankan, itu pendapatmu dulu.

Keadaan kemudian memaksa kita berpisah, memberi jarak yang untuk ku bayangkan pun aku belum sanggup. Aku masih ingat waktu aku pamit denganmu. Kamu tidak mau bicara sedikitpun. Diam. Aku tak tahu apakah diammu marah atau kamu hanya sedang berusaha menahan air mata dengan diammu. Pada akhirnya aku melihat kamu dikalahkan perasaanmu, kamu tak dapat menahan tangismu. Pipi tirusmu berkelut dengan air mata. “Cepatlah kembali, banyak hal yang belum kita lakukan bersama”, dalam isakmu aku sempat mendengar suara lirihmu.

Melihatmu lagi. Waktu seakan melemparku jauh. Memutar kembali memori ketika kita berlarian di tepian sungai dulu. Kamu begitu khawatir melihat luka di kakiku setelah aku jatuh terpeleset. Seketika itu juga kamu bermimpi menjadi seorang perawat agar bisa merawatku ketika aku sakit dan terluka. Sedangkan buatku, menjadi suami seorang perawat sepertimu pun sudah cukup. Aku mengangguk dengan senyum tipis, senyum senang atau ekspresi kesakitan? sama saja.

Masih ingatkah kamu dengan pesawat kertasmu? 
Ratusan pesawat kertas yang yang bergantungan di kamarmu menjadi bentuk kekagumanmu pada sosok Habibie, sosok yang membuat engkau berani bermimpi menjadi perancang pesawat perempuan pertama dari Indonesia. Aku tidak tahu apa ada hubungan antara menjadi perawat dengan membuat pesawat, yang jelas kamu begitu tertarik dengan tempat Habibie menuntut ilmu. Jerman dan segala hal tentang Jerman. Sekarang aku berpikir, bagaimana gadis kecil sepertimu bisa berpikir sejauh itu dulu. Tapi tenang, aku masih ingat kata-katamu tentang mimpi kita untuk belajar di Jerman bersama sama kelak.

Delapan tahun berlalu. Aku pulang peri kecilku, aku pulang. Masihkah engkau menungguku?
Masihkah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SIBOLGA SQUARE...

Mikir Ideal

Nono & Nini : Mitos Pecahnya Sebuah Gelas